Jumat, 22 Juli 2016

cerita rakyat Batu Abur




Cerita rakyat ini berasal dari desa Batu Raya, kecamatan Mempawah Hulu Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat.
Pada suatu hari di Batu Raya diadakan lah sebuah pesta atau dalam bahasa dayak kanayatn disebut dengan “gawe”. Seluruh warga desa Batu Raya pun ikut meramaikan gawe tersebut, tak terkecuali seorang nenek yang sangat miskin beserta cucu satu-satunya. Nenek tersebut bernama ne’ minta.
Semua warga tersebut saling bercengkrama dan bercerita tentang keseharian mereka, namun mereka tidak memperdulikan kehadiran ne’ minta dan cucunya, ketikane’ minta dan cucunya berada di gawe tersebut, tiba-tiba cucu ne’ minta ingin memakan tumpi’ (makanan sejenis cucur) dan juga babotn’ (daging babi). Cucu meminta makanan-makanan tersebut pada orang-orang yang ada di gawe tersebut, namun tak ada yang memperdulikan permintaannya. Tiba-tiba ada seorang warga yang membohongi cucu ne’ minta dengan membawa cucu ne’ minta ke dapur, kemudian memberi cucu ne’ minta potongan jinton(potongan karet yang telah di sadap). Cucu ne’ minta sangat senang karena ia mengira bahwa potongan jinton tersebut adalah daging babotn.
Kemudian cucu ne’ minta keluar dari dapur dan menemui neneknya dengan gembira, sambil menggigit jinton yang berbau tidak sedap dan sangat liat sekali. Melihat hal tersebut ne’ minta pun mengambil potongan jinton yang di pikirnya adalah babotn yang diberikan warga pada cucunya. Setelah ne’ minta mengambil jinton tersebut, baru lah ia mengetahui bahwa cucunya telah dibohongi dan ia bertanya kepada cucunya. “ahe nang kao makatn nian cu? Nian jinton gatah, ame dimakatn!” (apa yang kamu makan ini, cu? Ini jinton getah, jangan di makan!).
Perbuatan warga itupun membuat Ne’ Minta sangat tersinggung dan marah besar, ia pun bermaksud hendak memberi pelajaran kepada orang kampung yang telah mempermainkan dan menghina dia dan cucunya. Ne’ Minta dan cucunya pun pulang ke rumah, ia mengambil kucing peliharaannya. Kemudian kucing itu didandani seperti manusia memakai baju dan celana. Setelah kucing itu didandani, kemudian Ne’ Minta membawanya ke tengah-tengah keramaian pesta, kemudian melepaskannya di tengah keramaian.
Pada saat kucing itu dilepaskan Ne’ Minta, orang-orang di pesta itu tertawa terbahak-bahak, melihat penampilan kucing yang berdandan seperti manusia. Saat itulah Ne’ Minta dan cucunya pergi meninggalkan kampung itu dengan membawa 1 buah kelapa. Telur satu biji, dan bambu tumiang untuk tongkatnya. Kucing itu menari dengan girangnya, demikian juga orang-orang kampung semakin menjadi-jadi menertawainya. Tiba-tiba, cuaca yang tadinya begitu cerah, sekarang berubah menjadi gelap. Orang kampung yang menertawai kucing itu tadi pun menjadi kaget terheran-heran melihat hari yang begitu gelap seperti malam tetapi kucing itupun menari terus tanpa menghiraukan keadaan alam yang terjadi. Di tengah-tengah keasikan  itu tiba-tiba datang angin dan petir menyambar berulang kali ditempat orang kampung mengadakan pesta. Tempat itu berantakan dan hancur berkeping-keping. Setelah angin dan petir sudah mulai reda, cuaca mulai berubah terang kembali sehingga terlihat yang disekelilingnya. Akibat tiupan angin topan dan sambaran petir tempat pesta dan kampung berubah semua menjadi batu.
Sepeninggalan Ne’ Minta dan cucunya, mereka sesungguhnya mengetahui apa yang bakal terjadi di kampung mereka. Bunyi petir yang menggelegar dan tiupan angin kencang dapat mereka dengar dan rasakan di tempat pengungsian. Sesampainya di sebuah kompokng, Ne’ minta lalu mentancapkan bambu tumiang (tongkatnya) ketanah dan menanam kelapa yang dibawanya. Telur yang dibawanya kemudian menetas dan menjadi ayam jantan. Ne’ Minta dan cucunya hidup tenang tanpa ada yang mengganggu dan menghina mereka.
Hingga saat ini bambu itu masih hidup dan menjadi rumpun bambu yang besar. Jika bambu itu dipotong maka akan mengeluarkan darah. Demikian pula tempat pesta yang merupakan bukti-bukti kejadian itu masih ada di daerah Batu Raya, yang menunjukkan tempat itu pernah dihuni oleh manusia. Banyak barang-barang yang pada zaman dahulu itu bisa dilihat di tempat ini, misalnya batu yang berbentuk peti, batu yang berbentuk WC (pajohatn) dan batu yang berbentuk tempat duduk (entong). Namun ketika kita mengabadikannya dalam bentuk foto, batu-batu tersebut tidak nampak bentuknya hanya orang yang beruntung yang dapat mengabadikannya dalam bentuk foto.
Sekarang tempat itu dikeramatkan dan tak boleh di kotori dan juga tak boleh di sentuh sembarangan, ada kalanya di tempat itu kita dapat melihat seorang ibu menyusui anaknya. Konon ada orang yang pernah melihat kucing Ne’ Minta dalam peti yang sudah menjadi batu itu. Mulai kejadian pada zaman dahulu hingga saat ini tempat itu diberi nama Batu Abur.









DOKUMENTASI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar